Aliran Kalam Kontemporer Hassan Hanafi



BAB II
PEMBAHASAN
Aliran kalam kontemporer Hassan Hanafi
A.    Sikap Kultural  
       Filsafat bukanlah pemikiran a-historis yang terlepas dari konteks sosial dan budaya, melainkan suatu system pemikiran yang tumbuh dalam suatu masa, dibangun oleh suatu generasi bangsa, melayani masyarakat dan mengekspresikan suatu peradaban. Inilah yang diupayakan oleh para pendukung paradigma sosial di dalam menelah pemikiran-pemikiran,kendatipun ia adalah proposisi selft eviden truth (qadhiyah badihiyyah) yang tidak di butuh penetapan. Untuk inilah dibuat ilmu-ilmu humaniora secara komprehensif, misalnya ilmu pengetahuan sosial yang sudah terkenal atau antropologi budaya, dengan mentrasformasikan sejumlah paradigm sejarah-sejarah filsafat,sejarah pemikiran, dan saejarah aliran pemikiran.[1]
          Agenda naisonal kita yang represensi hingga saat ini adalah publikasi, seperti tampak pada program-program kementrian kebudayaan yang mayoritas mengambil fokus perhatian pada penerjemahan-penerjemahan. Sampai saat ini, terjemahan-terjemahan ini tidak “berbunyi” dan tidak menghasilkan inovasi-inovasi. Seolah-olah terjemahan adalah tujuan akhir, bukan sebuah sarana seolah-olah konklusi adalah tujuan esensial.  Pemikir-pemikir itu, benar-benar mengalami pergeseran menjadi duta-duta dua peradaban yang mempresentasikan aliran-aliran pemikiran asing, ia hanya diberikan dalam materi yang sempit serta dengan berpegang pada seorang penulis terkenal yang menulis Filsafat  Timur sebagai penyempurnaan bagi sejarah Filsafat di Barat.
Berikut adalah tiga macam sikap kultural. Pertama, sikap  kita terhadap tradisi klasik. Pandangan dan orientasi kita terhadap dunia senantiasa berangkat dari tradisi,sehingga antara kita dan tradisi tidak terhadap pemisah. Kedua,sikap kita terhadap tradisi Barat. Di antara kita dan barat tidak ada pemisah kecuali dalam gerakan salaf. Ketiga,sikap kita terhadap realitas. Realitas merupakan sumber pengetahuan yang mengarahkan pilihan-pilihan. Di antara mereka menjadi bersikap ekstrem dengan mereduksi tradisi klasik, mengambilnya dan menegasikan seluruh tradisi kontemporer. Pertentangan aliran-aliran  pemikiran yang pada lahiriyahnya bernuansa barat, namun pada hakikatnya menyikapkan kenyataan sikap cultural kita. Ketiga sikap kultural diatas saling bersinergi tanpa klasifikasi yang ketat dan otentik. Oleh karena itu, prioitasnya adalah mengusung keselamatan di atas teks-teks, mengangkat manusia diatas kebudayaan dan kehidupan diatas peradaban.    
          Krisis sikap kultural telah terjadi secara nyata dari segala sisi, baik dari sisi tradisi klasik, tradisi Barat, maupun realitas kehidupan manusia.
1.      Kita telah mempersepsi tradisi klasik sebagaimana yang dipersepsikan oleh kaum orientalis. Seolah-olah kita adalah pengamat, bukan pemilik tradisi. Puncaknya adalah mempublikasikan atau menyebarkan manuskrip-manuskrip tanpa ada perubahan,pengembangan ataupun melakukan exsperimentasi ulang terhadapnya.
Kita bertanggung jawab atas tradisi klasik oleh karena pembacaan kita terhadapnya, sebagaimana tanggung jawab ilmuan terdahulu yang menciptakannya. Tradisi seolah-olah merupakan tubuh yang mati dan bebatuan yang gersang. Secara psikologis, mereka tercerabut dari tradisi klasik. Meeka menganggap tradisi sebagai kitab-kitab kining (kutub safra), berita-berita yang tidak jelas sumbenya (qila wa qala). Mereka lebih cenderung pada peradaban-peradaban kontemporer tatkala menemukan diri mereka didalamnya. Setiapkali westernisasi mengurung mereka maka mereka semakin merasa terputus dengan tradisi klasik. Karena ini lah diantara mereka menjadi bersikap ekstrem dengan mereduksi tradisi klasik, mengambilnya dan kemudian menegasikan seluruh tradisi kontemporer. Akibatnya terpecahlah masyarakat menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menganggap bahwa hubungan mereka dengan tradisi adalah hubungan yang retak, sedangkan kelompok dua berpandangan bahwa hubungan mereka dengan tradisi adalah hubungan yang erat dan menyatu. Dengan kesimpulan bahwa kelompok petama bepandangan bahwa didalam tradisi tedapat segala-galanya, sedangkan kelompok kedua bepandangan bahwa didalam tradisi tidak ada sesuatu apapun didalam tradisi ini. Semua baik dan buruk kita transfer. Kita telah mempelajari bahwa naql (teks suci) adalah landasan bagi rasio, dan bahwa rasio terbatas dalam memahami wahyu, wahyu adalah nabi.[2]
2.      Kita telah melakukan hal yang sama terhadap tradisi Barat. Petentangan aliran-alirsn pemikian yang pada lahirian bernuansa barat, namun, pada hakikatnya menyingkapkan kenyataan sikap kultural kita. Aliran pemikiran Barat, pada hakikatnya dilahirkan oleh lingkungan nya. Oleh karena itu, apabila aliran-aliran pemikiran itu serupa dan lingkungannya bebeda-beda maka hal itu disebabkan adanya bangunan mental, psikologis, sikap-sikap kultural dan tahapan-tahapan sejarah yang juga satu. Dari san seorang pealjar tidak akan mengetahui atau memahami kecuali himpunan pengetahuan yang statis dan menumpuk yang dihapaklan untuk kajian dan setelah itu dilupakan tanpa ada bekas dan pengaruh.
3.      Filsafat dikalangan kita menjadi gagap tak bedaya karena bagian ketiga yang terdapat didalam sikap kultural kita, yaitu sikap tehadap realitas menyingkirkan satu sisi dan menggugurkannya dari perhitungan.olehkarena itu, mental memetik buah tanpa akar dan menghasilkan kesimpulan tanpa premis. Seoang mahasiswa tidak mampu merekayasa secara inovatif teks-teks filosofis tetapi hanya menjadi eksplanator teks tesebut. Ketiks ia menolak sesuatu sebagai kebenaran yang jika dalam penolakan itu tidak diperkutat dengan adil, maka ia dituduh ateis atau sekuler dan ia menjadi orang yang terusir dan terisolasi.
Dengan sikap terhadap tradisi klasik ini mungkin bisa dimanifestasikan sejumlah manfaat:
·         Menempatkan guru dan murid ditengah peristiwa zaman.
·         Mencabut perisai tradisi dari tangan-tangan musuh internal dan exsternal, karena darisanalah perwujudan penting kemajuan yaitu dengan menjelaskan pertumbuhan otoritas dan tradisi.
·         Menorbitkan tradisi bangsa, tradisi kesejahteraan.
·         Menghilangkan aliensi yang terjad pada orang-orang tertentuyang terpisah dari tradisi karena mereka tidak menemun diri nya dicelah tradisi dan tidak mampu melampaui tradisi klasik.
·         Menghilangkan polarisasi yang terjadi antara yang khusus dan yang umum, dengan peradaban khusus dan peradaban publik.
·         Mobilasi publik
Sejatinya peubahan sosial tanpa diikuti dengan perubahan sikap angkuh dalam budaya, dan peubahan paksispolitik tanpa perubahan keangkak historis adalah seperti memikul udara. Oleh karena itu, generasi kontemporer kita meupakan generasi periode ketiga dan yang bertanggung jawab terhadapnya, karena dialam periode ini terakumulasi antara interpetasi alegoris klasik dan inovasi baru.
Sikap kita terhadap tradisi barat:
§  Anggapan barat sebagai representasi humanisme universal dengan Eropa sebagai titik sentralnya.
§  Anggapan baat sebagai satu satunya simbol bagi kemajuan peradaban.
§  Anggapan barat sebagai guu abadi, sedangkan non-Barat adalah murid abadi.kebudayaan kita ditransformasikan kedalam perwakilan kultural aliran pemikiran barat. Sehingga kita menjadi tercerai berai dalam kelompok dan partai-partai sehingga kultur nasionalisme tercabut.
Krisis muncul dalam interaksi dialektis dengan tadisi klasik mengenai penejemahan keseluruhan ilmu pengentahuan tanpa seleksi ataupun pekembangan sama sekali. Bisasanya, kita melakukan penejemahan filsafat, kalam, dan tasawuf tanpa ushul fiqih padahal ilmu ini, sebagaimana yang telah diingatkan oleh para pelopo wacana filosofis pada zaman kita, merupakan lokasi inovasi yang paling krusial dalam pemikiran filosofis kita yang bersifat logis dan medotologis. Ia senantias tersembunyi dalam fakultas-fakultas syariah diuniversitas agama, misalnya universitas Al-Azhar, universitas-universitas yang bagaikan tanah gersang, orang – orang desa dan pekebunan, fakultas- fakultas hukum di unovesitas nasional, dengan komsisten pada syariat isalm. Ushul fiqh seolah-olah merupakan salah satu pengantar diuniversitas tanpa mengoperasikannya dengan ilmu pengetahuan yang terdapat dlam tradisi barat yakni melaui logika hukum dengan melalui metode interpretasi. Kita telah menggusur ushul fiqih dari kalkulasi, padahal ia adalah logika teks, spiritualitas peradaban, metode pemikiran dan lokasi inovasi. Kendatipun kegalauan kita yang terus meneus terhadap sinarnya pemikiran metodologis dalam pemikiran kontemporer kita dan seuan kita kepada urgensi metode dalam pikiran barat.
B.    Makna filsafat dan tradisi
Kata filsafat menjadi populer dalam pemikiran kontemporer kita, namun tidak dalam tradisi klasik kita yang lenih mengutamakan istilah hikmah yang dibentuk oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan secara komplementer yaitu “ilmu-ilmu hikmah”.[3] Kalau orang terdahulu menggunakan kata filsafat maka secara khusus yang dimaksud adalah filsafat yunani dan secaa unum disebut dengan istilah “filsafat pertama”[4]. Kadang-kadang yang dimaksud dengan filsafat dan tradisi adalah keterkaitan filsafat sebagai realitas objectif yaitu sebagai pemikiran dan metode seta pilihan terhadap tradisi klasik dengan makna filosofis dan kultural yang khusus maupun yang umum.
a)      Krisis Filsafat dan tradisi
Krisis filsafat dan Tradisi dipesentasikan dalam dualisme sumber pemikiran  filsafat kontemporer kita, yaitu : Filsafat yang biasanya diartikan sebagai filsafat barat modern dan kontemporer, tradisi yang biasanya diartikan sebagai tradisi filsafat klasik. Maka filsafat datang dai barat modern dan tradisi datang dari sejarah klasik kita.
b)      Konteks krisis
Kisis muncul dalam interaksi dengan tradisi klasik mengenai penejemahan keseluruhan ilmu pengetahuan tanpa seleksi ataupun perkembangan sama sekali. Biasanya, kita melakukan penerjemahan filsafat, kalam, dan tasawuf tanpa ushul fiqh padahal ilmu ini sebagaiman yang telah diingatkan oleh para pelopor wacana filosofis pada zaman kita, meupakan lokasi inovasi yang paling krusial dalam pemikiran filosofis kita yang bersifat logis dan metodologis.
c)      Peubahan konteks-konteks zaman
Merupakan kenyataan untuk memikirkan kembali tradisi filsafat secara khusus dan tradisi secara umum. Oleh karena itu, disana terdapat dua fase yang berbeda dalam tradisi klasik dan peradapan isam kita. Fase pertama adalah klasik dan kedua fase modern. Difase pertama, peradban disempurnakan dalam sirklusnya yang pertama. Sedang fase kedua, kita msih bisa menyaksikan sampai sekarang. Diakhir fase yang pertam, peradban mulai mengendur, diaman pada fse kedua ia mulai berusaha bangkit.
d)     Perkembangan filsafat: dari anotasi dan sinopsis menuju uraian dan penyusunan karya
Setelah filsafat pada pemulaan tumbuh dari proses penerjemahan, maka lahirlah gerakan kedua yaitu anotasi dan sinopsis atau peringkasan melampaui teks yang diterjemahkan dengan mengekspresikan muatannya dengan menggunakan model arab murni.  
Pengertian anotasi adalah restrukturisasi teks yang diterjemahkan dari lingkungan kebudayaan yang satu kelingkungan kebudayaan yang lain. Anotasi sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Rusyd, terdiri atas tiga macam, yang tidak hanya terfokus pada periode temporer dalam kehidupan para filusuf, tetapi sesuai dengan fokus perhatian indikasinya terhadap anotasi sebagai model filosofis dan genre sastra.

C.   Tradisi dan perubahan sosial[5]
1.      Macam-macam kelompok manusia menurut tradisinya
·         Kelompok primitif, yaitu kelompok yang didalamnya terdapat tradisi masa lampau, masa kini dan masa depannya.
·         Kelompok madani, kelompok modern atau kelompok eropa modern, mereka adalah kelompok non tradisionl yang didalamnya ada tradisi hari ini yang merupakan kumpulan masa lampau, masa kini dan masa depannya.
·         Kelompok progresif, atau kelompok bebas secara modern. Ia adalah klompok yang senantiasa berada dalam ambang perpindahan antara periode yang lama dan yang baru.
2.      Model tradisi
Model tradisi ini tidak hanya terdapat pada kelompok primitif,namun juga terdapat pada sub kelompok  dalam kelompok-kelompok kota. Oleh karena itu, pakar ilmu sosial menyebutnya dengan nama “primitifisme”. Adapun cacat-cacat yang paling krusial adalah:
·         Tradisi dipakai sebagai tujuan hakiki bukan semata-mata sarana untuk memanifestasikan orientasi yang lain, yaitu kemajuan bangsa-bangsa dan kebangkitan masyarakat.
·         Tradisi terpisah dari realitas bukan bagian dari realitas dioreantasikan kepada realitas.
·         Tradisi adalah keseuruhan yang tidak terbagi.
·         Tradisi berada diluar sejarah,zaman dan tempat.
·         Seluruh realitas adaah medan yang tidak bisa dikembangkan ataupun direformasi tapi harus didekontruksi dari landasan hingga kontruksi baru dimulai berdasarkan atas landasan yang kokoh.
·         Lahirnya raionalisme revosiuner dan terjadinya perubahn keompok-kelompok melalui jalan pilihan yang memancar dan radikalyakni generasi baru qurani yang mampu memobilitasi bangsa.
3. Tradisi dan partai politik[6]
Tradisi adalah simpana psikologis di tengah masyarakat. Ia adalah pemusatan masa ampau dalam masa kini. Mengalami transformasi menjadi otoritas dalam menghadapi otoritas nalar atau dunia fisika. Tradisi muncul sebagai nilai yang ada dalam kelompok-kelompok sosial yang berkembang yaitu kelompok tradisional yang senantiasa tampak dan mengakar pada masa lampaunya, menjadi penompang dalam kebeadaannya sebagai syarat perkembangan.
Praktik polotik yang dimaksud adaah pengembangan kelompok-kelompok sosial dan mengubah nya dari periode yang satu ke periode yang lain. Maka praktik politik dalam arti luas meliputi peubahan sosial, politik, ekonomi, hukum,pendidikan, senibudaya dan sebagainya.
A)    Ilmu pengetahuan tradisional dan rintangan praktik politik
·         Ilmu pengetahuan teksrual (Naqliyah)
Ilmu penegtahuan tekstual ini memiliki tradisi yaitu: Al-Quran. Hadist, tafsir, sejarah, dan jurisprudensi (fiqh).
·         Ilmu pengetahuan tekstua rasional
Ilmu ini ada empat, yaitu: ilmu ushul al-din, filsafat, tasawuf, dan ilmu ushul fiqh.
·         Ilmu pengetahuan rasional
Pengetahuan matematis, misalnya: musik dan ilmu pengetahuan alam, yaitu tumbuhan binatang, fisika, kimia, kodekteran, dan farmasi.
3.      Kegagalan refomasi[7]
          Benarkah reformasi gagal? Reformasi gagal karena kebangkitan modern kita, yang menurut sejarawan baru dimulai pada permulaan abad ini, yaitu pada dua generasi pertama namun terhenti pada dua generasi selanjutnya.
          Refomasi agama dimuai oleh al-afghani dengan startting point yang baik. Akan tetapi setelah refolusi arab dan penduduakan inggris dimesir, agenda reformasi itu menjadi redup dan separuh nya mati ditangan Muhammad Abduh yang memisahkan agama dari politik Allah melaknat politik dengan mengabaikan isu refolusi.











BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Oleh karena itu, didalam diri Hassan Hanafi mengalir dua kesadaran, yakni cogito rasionalisme dan ego eksistensialisme yang di representasikan dalam delapan tahun masa hidupnya: idealism rasionalisme (1956-1960) dan realisme-eksistensialisme (1961-1966).namun demikian, dia tetap menjaga optimism idealism dan mengabaikan pesimisme eksistensialisme, menjaga peranan nalar (aql) dalam idealism dan meninggalkan irtasionalitas dalam eksistensialisme, mempertahankan argumentasi fragmatisme dalam idealism dan menggusur ketidakpergunaan dalam eksistensialisme.



















































[1] Pembahasan ini disampaikan pada kongres filsafat arab pertama di al-jami’ah al-ardaniah, amman (desember 1981).
[2] Inilah ungkapan Muhammad Abduh yang terdapat didalam “isalah Al-Tauhid” sebagai puncak reformulasi yang digaungkan oleh sebuah gerakan reformasi.
[3] Ibn Rusyd:Distingsi Kategori Tentang Integrasi Filsafat Dan Syariah, Ibn Sina: Al-Najah, tentang filsafat logis, naturat dan Metafisika, Realitas-realitas pengetahuan.
[4] Al-Kindi: Risalah (surat) Al-Kindi kepada Al-Mu’tashim Billah Tentang Filsafat Pertama.
[5] Ceramah ini disampaikan pada pertemuanilmiah yang diadakan oleh lokakarya perencaan nasional tentang persoalan-persoalan bagi perkembangan dimesir (yang statis dan yang berubah) kairo bulam maret 1981.
[6] Tulisan ini disampaikan pada pertemuan “tradisi dan praktik politik” yang diadakan oleh club idea dan dialog dirabath tahun 1982
[7] Disampaikan pada semiar “reformasi diabad XIIX”, fakultas sastra, rabath, 1982

Postingan populer

PSIKOLOGI AGAMA "KEPRIBADIAN dan SIKAP KEBERAGAMAAN"

METODE KERJA KELOMPOK PADA PEMBELAJARAN PAI

Penyelenggaraan Rapat di Sekolah