STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


 STRATEGI PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING

A. Latar Belakang

Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh guru.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya, dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai masalah.

B.    Perumusan Masalah

  1. Bagaimanakah pengertian PBL?
  2. Bagaimanakah kecakapan yang dikembangkan dalam metode PBL?
  3. Bagaimanakah konsep dasar dan karakteristik PBL?
  4. Apa saja  prosedur pembelajaran PBL?
  5. Bagaimanakah pelaksanaan pembejaran PBL?
  6. Apa hakikat masalah dalam PBL?
  7. Apa kelebihan dan kekurangan PBL?

C.    Tujuan

Tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan fleksibel yang dapat diterapkan di banyak situasi, yang berlawanan dengan inert knowledge. Tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah untuk meningkatkan motivasi instrinsik dan keterampilan dalam memecahkan masalah, kolaborasi, dan belajar seumur hidup yang self-directed.







PEMBAHASAN

A.    Pengertian Strategi Problem Based Learning/ Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (PBL) adalah suatu strategi pembelajaran untuk menempatkan situasi dunia nyata dengan jelas dan kontekstual ke dalam kelas, melalui pemberian permasalahan nyata atau seperti nyata. Permasalahan tersebut memberikan informasi, arahan, serta penjelasan pada pembelajar sewaktu mereka membangun pengetahuan baru selain mengembangkan kecakapan menyelesaikan masalah (problem solving skills) dalam bukunya (Mayo et al., 1993) yang di kutip oleh Elisa Krisanti dkk .[1]
Boud menjelaskan tentang prinsip yang mendasari konsep metode PBL. Menurut Boud, PBL adalah pembelajaran yang diawali dengan pemberian suatu masalah, pertanyaan, atau soal yang harus diselesaikan oleh pembelajar. Masalah nyata, dan kompleks yang diberikan akan memicu dan memotivasi pembelajar untuk mengidentifikasi, mempelajari konsep/prinsip yang perlu mereka ketahui agar dapat menyelesaikan masalah. Dengan menggunakan masalah sebagai pemicu untuk mempelajari sesuatu, maka pembelajar mengonstruksi pengetahuan baru dalam konteks masalah yang diberikan.[2]
PBL adalah pembelajaran yang dipicu oleh masalah, bukan oleh konsep yang abstrak. Secara ideal, masalah dapat ditemukan dalam kehidupan nyata dan tidak ada solusinya yang cepat dan mudah. Dalam PBL, pembelajar tidak hanya menyelesaikan masalah, tapi mereka juga mendapatkan pengetahuan dengan mencari sendiri informasi yang sesuai konteks dari berbagai sumber informasi. Selain itu, mereka bekerja sama dalam kelompok, berpikir kritis analitis, serta dapat berbagi informasi dengan saling mengajar temannya.[3]

B.     Kecakapan yang Dikembangkan dalam Metode PBL


Dengan menerapkan metode PBL di kelas, maka sewaktu pembelajar menyelesaikan masalah berbagai kecakapan akan turut meningkat.
Berbagai kecakapan yang terkait dengan proses penyelesaian masalah tersebut diantaranya adalah: [4]
1.      Self-directed learning, kecapakan belajar ini ikut meningkat sewaktu menyelesaikan masalah. Pembelajar mampu mengidentifikasi masalah. Pembelajar mampu mengidentifikasi lebih dahulu topik pembelajaran yang terkait dengan masalah yang diberikan, mempelajarinya, memantai tingkat pemahaman pengetahuan baru, dan mengaplikasikannya untuk mendapat solusi.
2.      Interdependent learning, kecapakan belajar berkembang sewaktu masalah dengan kompleksitas tinggi diberikan karena topik pembelajaran yang harus dipelajari akan semakin banyak sehingga pembelajar harus saling tergantung pada teman dalam satu kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki tugas mempelajari topik terkait yang berbeda sehingga untuk menyelesaikan masalah diperlukan integrasi pengetahuan baru. Dengan saling mengajar tentang topik yang telah dipelajarinya, maka pembelajar meningkatkan kecakapan untuk memberikan penjelasan yang lugas, dan jelas, disamping kecakapan untuk mengintegrasikan berbagai pengetahuam dalam konteks masalah dati penjelasan yang diberikan teman dalam kelompok.
3.      Deep learning, kecakapan untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan baru dan menyimpannya di long term memory sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan dengan mudah untuk menyelesaikan masalah akan berkembang. Permasalahan yang diberikan mendorong pembelajar untuk mempelajari informasi baru dan mengintegrasikan dengan pengetahuan lama yang sudah ada sehingga terbentuk pengetahuan baru.
4.      Assessment, kecakapan menilai meningkat karena sewaktu bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah, setiap individu akan menilai dan dinilai oleh setiap anggota kelompoknya. Menggunakan borang penilaian dengan kriteria yang terukur/teramati, penilaian teman dan sendiri (self and peerassessments) menjadi aktivitas yang sering dilakukan selama proses belajar menggunakan metode PBL. Dengan demikian, pembelajar memahami bahwa kecakapan menilai adalah kecakapan yang penting dalam proses belajar maupun dalam kegiatan sehari-hari lainnya.
5.      Critical thinking, kecakapan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) diasah dan ditingkatkan terus dalam kelas dengaj metode PBL. Sewaktu menyelesaikan masalah, pembelajar akan dituntut untuk berpikir kritis, yaitu secara aktif dan terampil menetapkan permasalahannya, konsep yang terkait untuk menyelesaikan masalah, mempelajari informasi baru, menerapkan pengetahuan, menganalisis serta mengevaluasi hasilnya.
6.      Teamwork, kecakapan untuk bekerja sama dalam kelompok juga dikembangkan. Kelompok terdiri dari anggota kelompok dengan berbagai kebiasaan/perilaku, tingkat intelektual, asal demografi dan bahasa/budaya. Kecakapan untuk mendengar dan memperhatikan sewaktu temannya menyatakan pendapat, serta memberi pertanyaan atau sanggahan terus dikembangkan dalam kelas PBL. Kecakapan antar pribadi juga akan terpupuk dengan keberadaan mereka dalam kelompok selama menyelesaikan masalah.
7.      Time management, kecakapan untuk mengatur waktu turut terasag. Karena urutan aktivitas dalam kelas PBL yang terstruktur, maka pembelajar terlatih untuk merencanakan dan menetapkan waktu untuk berbagai aktivitas yang dilakukan dalam batasan waktu yang tersedia.
8.      Problem solving, kecakapan ini dikembangkan dalam kelas dengan metode PBL melalui pemberian masalah di awal untuk memicu pembelajaran. Sewaktu permasalahan diberikan, pembelajar harus menetapkan masalah sebenarnya yang harus diselesaikan. Setelag itu, pembelajat menetapkan informasi terkait apa saja yang diperlukan dan mengeksplorasi jawaban untuk masalah tersebut.
Menurut D. R. Woods, dalam memilih model kelas PBL yang sesuai, ada beberapa faktor yang haris dipertimbangkan, diantaranya: [5]
·         Ukuran kelas (jumlah pembelajar dalam kelas)
·         Tingkat kematangan intelektual pembelajar (intellectual matirity)
·         Motivasi pembelajar
·         Sasaran/objektif pembelajaran
·         Kecenderungan pengajar (instructor's preferences)
·         Ketersediaan fasilitator

C.    Konsep Dasar dan Karakteristik PBL

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor, menurut Jonassen: kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, piranti kognitif, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontektual.[6]
Strategi-strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik umum berikut ini;[7]
1.      Pelajaran dimulai dengan mengangkat suatu permasalahan atau satu pertanyaam yang nantinya menjadi focal poin untuk keperluan usaha-usaha investigasi peserta didik. Dalam kelas komunikasi SMA, pertanyaan tentang tipe, panjang, dan frekuensi periklanan dapat menjadi fokus utama dalam penelitian-penelitiam peserta didik. Guru di kelas sains SMA menggunakan makan siang cafe untuk membingkai investigasi peserta didiknya.
2.      Peserta didik memiliki tanggung jawab utama dalam menyelidiki masalah-masalah dan memburu pertanyaan-pertanyaam. Tanggung jawab sangat penting, baik secara instruksional maupun secara motivasional, karena peserta didik dalam pelajaran-pelajaram berbasis masalah secara literal melakukan learning by doing. Guru dapat pembelajaran berbasis masalah berperan sebagai fasilitator. Sebagai kabilkan dari model-model yang lebih berorientasi pada konten (content-oriented models) dimana guru secara aktif menyebarkan informasi, pembelajaran berbasis masalah justru mengharuskan guru untuk lebih membantu secara tidak langsung dengan mengemukakan masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang probing dan bermanfaat.

D.    Prosedur pembelajaran

Dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran yang mengutip dari Rideout (2001), mengidentifikasi 6 langkah prosedur pembelajaran model PBL yakni:
·         Masalah diajukan pada kelompok istilah dikaji, dan hipotesis dibentuk.
·         Isu pembelajaran dan sumber informasi ditetapkan.
·         Pengumpulan informasi dan studi independen dilakukan.
·         Pengetahuan yang diperoleh dibahas dan diperdebatkan dengan kritis.
·         Pengetahuan diterapkan pada masalah secara praktis.[8]

E.     Pelaksanaan Pembejaran PBL

Mark Windschitl (2002; 137) (dalam Anita Woolfolk, 2009; 156) yang dikutip oleh Yamin Martinis (2013) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan dibawah ini mendorong pembelajaran yang bermakna:[9]
·         Guru memunculkan berbagai ide dan pengalaman peserta didik dalam kaitannya dengan topik kunci, lalu menciptakan situasi pembelajaran yang membantu peserta didik mengelaborasi atau merestrukturisasikan pengetahuan mereka saat ini.
·         Peserta didik diberi kesempatan untuk sering ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang kompleks, bermakna, dan berbasis masalah.
·         Guru menyediakan beragam sumber informasi maupun alat memediasikan pembelajaran.
·         Peserta didik bekerja secara kolaborasi dan diberi dukungan untuk terlibat dalam dialog berorientasi tugas sama lain.
·         Guru membuat proses berpikirnya sendiri ekplisit bagi siswa dan mendoeong siswa untuk melakukan hal yang sama melalui dialog, tulisan, gambar, atau representasi lain.
·         Peserta didik secara rutin diminta menerapkan pengetahuan di konteks-konteks yang beragam dan autentik untuk menjelaskan ide-ide, menginterpretasikan teks, memprediksi fenomena, dan mengkonstruksikan argumen berdasarkan bukti-bukti, dan bukan memfokuskan perhatiannya secara ekslusif pada perolehan "jawaban yang benar" yang sudah ditentukan sebelumnya.
·         Guru mendorong pikiran yang reflektif dan otonok peserta didik dalam kaitannya dengan kondisi-kondisi yang disebut di atas.
·         Guru menerapkan berbagai macam strategi asesmen untuk memahami bagaimana ide-ide siswa berubah dan memberikan umpan balik pada proses maupun produk pemikiran itu.

  1. Hakikat Masalah dalam PBL
Hakikat masalah dalam PBL adalah gap atau kesenjangan antara kenyataan dan kondisi yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Materi pelajaran atau topik dalam PBL tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai kurikulum yang berlaku. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL yaitu :
1.      Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue)
2.      Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa.
3.      Bahan yanga dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingasn orang banyak (universal).
4.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yanga mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5.      Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswaaa merasa perlu untuk mempelajarinya.[10]

G.    Kelebihan dan Kekurangan PBL

Kelebihan Problem Based Learning yaitu :

1.      Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.
2.      Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas belajar.
3.      Pembelajaran berfokus pada masalah msehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajaru oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.
4.      Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5.      Siswa terbiasa menggunakan sumber sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.
6.      Siswa memiliki kemampuan untuk melkukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
7.      Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

Kelemahan Problem Based Learning yaitu :
1.      PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran. Ada bagian guru berperan aktif dalam menyikan materi PBM labih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitanya dengan pemecahan masalah.
2.      Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan pembagaian tugas.[11]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Problem based learning (PBL) adalah suatu strategi pembelajaran untuk menempatkan situasi dunia nyata dengan jelas dan kontekstual ke dalam kelas, melalui pemberian permasalahan nyata atau seperti nyata. Hakikat masalah dalam PBL adalah gap atau kesenjangan antara kenyataan dan kondisi yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Materi pelajaran atau topik dalam PBL tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai kurikulum yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA


Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Krisanti, Ella. 2016. Penerapan Metode Problem Based Learning. Yogyakarta: PT Leutika Nouvalitera.
Yamin, Martinis. 2013. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP Press.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.


                  



[1] Elisa Krisanti dkk, Penerapan Metode Problem Based Learning (PBL), PT Leutika Nouvalitera, Yogyakarta, 2016, hlm 14.
[2] Ibid.,15.
[3] Ibid.,15.
[4] Ibid.,17-20.
[5] Ibid,.24.
[6] Yamin, Martinis, Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran, GP Press, Jakarta, hlm 63.

[7] Ibid,.64.
[8] Yatim Riyanto,  Paradigma Baru Pembelajaran, Kencana Prenada Media, Jakarta, hal 291.
[9] Yamin Martinis, Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran, GP Press, Jakarta, hal 68-69.
[10] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media, Jakarta, hal 215.
[11] Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, hal 132

Postingan populer

PSIKOLOGI AGAMA "KEPRIBADIAN dan SIKAP KEBERAGAMAAN"

METODE KERJA KELOMPOK PADA PEMBELAJARAN PAI

Penyelenggaraan Rapat di Sekolah