Tentang Akikah
Akikah
Syekh Abu syuja' berkata:
"Akikah itu hukumnya sunnah. Akikah adalah binatang yang disembelih pada hari ketujuh sesudah kelahiran bayi. kalau bayi laki-laki yang disembelih adalah dua ekor kambing. Kalau bayi perempuan, yang disembelih adalah seekor kambing.". (Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar:2011).
Menurut bahasa, akikah adalah nama rambut yang tumbuh di kepala bayi yang baru lahir. Menurut istilah syara' akikah adalah nama binatang yang disembelih pada hari ketujuh sesudah kelahiran bayi pada hari pencukuran rambutnya, dan binatang teesebut dinamakan akikah karena disesuaikan dengan nama rambut yang dicukur. (Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar:2011).
Hari saat kelahirannya termasuk dalam hitungan tujuh hari tersebut. -kesunnahan tetap berlaku- Walaupun bayi yang telah dilahirkan itu meninggal dunia sebelum hari ketujuh.
Kesunnahan aqiqah tidak hilang sebab ditunda hingga melewati hari ketujuh. Namun, jika aqiqah ditundah hingga anak tersebut baligh, maka hukum aqiqah gugur bagi orang yang melakukan aqiqah dari anak tersebut. ( Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili )
Sedangkan bagi anak itu sendiri, maka diperkenankan untuk melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri ataupun tidak melakukannya. Disunnahkan menyembelih dua ekor kambing sebagai aqiqah untuk anak laki-laki, dan menyembelih satu ekor kambing untuk anak perempuan.
Sebagian ulama’ berkata, “adapun anak khuntsa, maka masih ihtimal / dimungkinkan disamakan dengan anak laki-laki atau dengan anak perempuan.” Namun, seandainya kemudian jelas kelamin prianya, maka disunnahkan untuk menambahi kekurangannya. Aqiqah menjadi berlipat ganda sebab berlipat gandanya anak. (Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili)
Hukum Akikah
Sunnah, berdasarkan hadis Aisyah r.a., hadis Samurah dan lain-lain. Samurah mengatakan : "Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Anak yang baru lahir itu berada dalam gadaian sampai disembelih akikahnya pada hari ketujuh dari kelahirannya. Pada hari itu hendaklah dicukur rambutnya dan diberi nama."
Hadis tersebut diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzu serta dianggap sahih oleh Al-Hakim.
Imam Rafi'i dan lain-lain mengatakan: Kesunnahan akikah tidak hilang dengan lewatnya hari ketujuh.
Didalam kitab Al-'Uddah dan Al-Hawi oleh Al-Mawardi disebutkan: setelah lewat hari ketujuh, alikah berstatus kada.
Menurut pendapat yang terpilih: kalau sudah lewat hari ketujuh, hendaklah tidak melewati masa nifas. Kalau sudah lewat hari nifas, hendaklah tidak melewati masa menyusui. Kalau telah lewat masa menyusui, maka hendaklah tidak melewati masa baligh. Kalau anak sudah baligh maka gugurlah kesunahan akikag atas orang lain (orang tuanya), dan si anak diberi pilihan menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri pada masa dewasa.
Dalam hal ini Imam Rafi'i beralasan, bahwa Rasulullah Saw menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri sesudah menjadi Nabi. Selain Imam Rafi'i juga ada yang menggunakan dasar ini dengan menambahkan bahwa penyembelihan tersebut sesudah turunnya surah Al-Baqarah.
Hadis yang dibuat dasar teesebut lemah ditinjau dari semua sanad-sanadnya. Imam Syafi'i menentukan bahwa seseorang tidak boleh menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri (tidak boleh mengakikahi dirinya sendiri). Imam Nawawi mengatakan: "Saya telah melihat ketentuan tersebut di dalam kitab Al-Buwaithi".
Sumber: Terjemah Kifayatul Akhyar Al-Imam Taqiyuddin Abubakar Al-Husaini & Terjemah Fathul Qarib Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Syekh Abu syuja' berkata:
"Akikah itu hukumnya sunnah. Akikah adalah binatang yang disembelih pada hari ketujuh sesudah kelahiran bayi. kalau bayi laki-laki yang disembelih adalah dua ekor kambing. Kalau bayi perempuan, yang disembelih adalah seekor kambing.". (Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar:2011).
Menurut bahasa, akikah adalah nama rambut yang tumbuh di kepala bayi yang baru lahir. Menurut istilah syara' akikah adalah nama binatang yang disembelih pada hari ketujuh sesudah kelahiran bayi pada hari pencukuran rambutnya, dan binatang teesebut dinamakan akikah karena disesuaikan dengan nama rambut yang dicukur. (Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar:2011).
Hari saat kelahirannya termasuk dalam hitungan tujuh hari tersebut. -kesunnahan tetap berlaku- Walaupun bayi yang telah dilahirkan itu meninggal dunia sebelum hari ketujuh.
Kesunnahan aqiqah tidak hilang sebab ditunda hingga melewati hari ketujuh. Namun, jika aqiqah ditundah hingga anak tersebut baligh, maka hukum aqiqah gugur bagi orang yang melakukan aqiqah dari anak tersebut. ( Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili )
Sedangkan bagi anak itu sendiri, maka diperkenankan untuk melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri ataupun tidak melakukannya. Disunnahkan menyembelih dua ekor kambing sebagai aqiqah untuk anak laki-laki, dan menyembelih satu ekor kambing untuk anak perempuan.
Sebagian ulama’ berkata, “adapun anak khuntsa, maka masih ihtimal / dimungkinkan disamakan dengan anak laki-laki atau dengan anak perempuan.” Namun, seandainya kemudian jelas kelamin prianya, maka disunnahkan untuk menambahi kekurangannya. Aqiqah menjadi berlipat ganda sebab berlipat gandanya anak. (Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili)
Hukum Akikah
Sunnah, berdasarkan hadis Aisyah r.a., hadis Samurah dan lain-lain. Samurah mengatakan : "Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Anak yang baru lahir itu berada dalam gadaian sampai disembelih akikahnya pada hari ketujuh dari kelahirannya. Pada hari itu hendaklah dicukur rambutnya dan diberi nama."
Hadis tersebut diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzu serta dianggap sahih oleh Al-Hakim.
Imam Rafi'i dan lain-lain mengatakan: Kesunnahan akikah tidak hilang dengan lewatnya hari ketujuh.
Didalam kitab Al-'Uddah dan Al-Hawi oleh Al-Mawardi disebutkan: setelah lewat hari ketujuh, alikah berstatus kada.
Menurut pendapat yang terpilih: kalau sudah lewat hari ketujuh, hendaklah tidak melewati masa nifas. Kalau sudah lewat hari nifas, hendaklah tidak melewati masa menyusui. Kalau telah lewat masa menyusui, maka hendaklah tidak melewati masa baligh. Kalau anak sudah baligh maka gugurlah kesunahan akikag atas orang lain (orang tuanya), dan si anak diberi pilihan menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri pada masa dewasa.
Dalam hal ini Imam Rafi'i beralasan, bahwa Rasulullah Saw menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri sesudah menjadi Nabi. Selain Imam Rafi'i juga ada yang menggunakan dasar ini dengan menambahkan bahwa penyembelihan tersebut sesudah turunnya surah Al-Baqarah.
Hadis yang dibuat dasar teesebut lemah ditinjau dari semua sanad-sanadnya. Imam Syafi'i menentukan bahwa seseorang tidak boleh menyembelih akikah atas nama dirinya sendiri (tidak boleh mengakikahi dirinya sendiri). Imam Nawawi mengatakan: "Saya telah melihat ketentuan tersebut di dalam kitab Al-Buwaithi".
Sumber: Terjemah Kifayatul Akhyar Al-Imam Taqiyuddin Abubakar Al-Husaini & Terjemah Fathul Qarib Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili