Bolehkah Mengalihkan Utang Kepada Orang Lain?
Dasar Hukum Mengalihkan Utang kepada Orang lain
Perspektif hukum Islam menjawab
Di antara bentuk muamalah yang diatur dalam ajaran Islam adalah masalah pengalihan utang atau dalam istilah syariah dinamakan dengan “al-hawalah“.
Pengertian menurut Bahasa yang dimaksud hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengalihkan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis mengatakan bahwa hiwalah berasal dari kata hawwala yang sinonimnya ghayyara, artinya mengubah dan memindahkan.
Hiwalah secara terminologi didefinisikan sebagai:
Menurut Jumhur Ulama, “Akad yang menghendaki pengalihan hutang dari tanggungjawab seseorang kepada tanggungjawab orang lain”
Sayyid Sabid dalam bukunya fiqh al-sunnah, dia mendefinisikan hiwalah sebagai: “Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tangungan orang yang memindahkan kepada orang yang dipindahi hutang”.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukkan di atas, dapat dipahami hiwalah adalah suatu akad pemindahan hak dari orang yang berhutang kepada orang yang dibebani tanggungan pembayaran utang tersebut bila terdapat hutang yang sama. (Arianti, 2015:163-165)
Menurut ibnu hajar yang di maksud dengan hiwalah adalah:
“ akad yang menetepkan pemindahan beban utang dari seorang kepada yang lain”
Dasar Hukum Hawalah/Hiwalah berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسَۡٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٢٨٢
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Dasar di perbolehkannya hawalah menurut ijmak ulama dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
Yang artinya: " Penundaan pembayaran oleh orang kaya adalah suatu kedzaliman (penganiayaan), apabila hutang seseorang terhadap orang kaya dialihkan menjadi tanggunganmu, maka ikutilah!" (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
Yang artinya: "......apabila hutang seseorang terhadap orang kaya dialihkan menjadi tanggunganmu, maka terimalah pengalihan hutang itu." (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Menurut Imam Taqiyyudin dalam kitabnya kifayatul akhyar fi ghoyati ikhtishor, menyebutkan empat syarat sahhya hawalah, namun sebenarnya hanya ada tiga syarat. Karena syarat pertama dan kedua yaitu kerelaan orang yang mengalihkan utang dan kerelaan orang yang menerima pengalihan utang bisa digabungkan menjadi satu syarat. (1) kerekaan orang yang mengalihkan utang. (2) kerelaan orang yang menerima pengalihan utang. (3) adanya hak yang tetap (pasti) yang menjadi tanggungan. (4) hutang dalam tanggungan yang dioperalihkan itu harus sama dalam jenis dan macam, serta dalam kontan dan angsurannya.
Dengan adanya akad hawalah maka orang ynag mengalihkan utang bebas dari tanggungan utang. Selanjutnya hutang tersebut menjadi tanggungan orang yang menerima pengalihan utang.
(2011, Kifayatul Akhyar.(Surabaya: Pt. Bina Ilmu)
Dasar Hukum Menurut Fatwa DSN-MUI
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 12/DSN-MUI/IV/2000 Tentang hawalah. Lihat di
Hawalah - MUI PDFhttps://mui.or.id › 2018/07 › 12-Hawalah
Aplikasi Hawalah pada Perbankan Syariah
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hawalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi sebagai berikut:
a. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut yang ditagihnya dari pihak ketiga tersebut.
b. Post dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar dulu piutang tersebut.
c. Bill discounting, secara prinsip bill discounting serupa dengan hiwalah. Hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembayaran fee tidak didapati dalam kontrak hawalah. (Anggota IKAPI, 2007:148)
(Sity Nurhajizah)